Menyontek sudah menjadi hal yang biasa bagi pelajar, mungkin sudah menjadi tradisi dalam setiap ada tugas, ulangan, atau pun dalam ujian. Kegiatan menyontek dilakukan agar mendapat nilai yang baik, tapi yang paling utama yang menjadi faktor melakukan hal ini adalah agar tidak remedial (perbaikan nilai).
Tidak semua orang menyontek pada saat ada tes atau pun ujian, masih ada orang yang jujur atau pun ingin jujur. Mereka yang jujur itu adalah orang-orang yang memang pintar karena rajin belajar dan tanpa menyontek pun mereka bisa mendapatkan nilai yang bagus. Tapi, banyak juga yang otaknya biasa-biasa saja akan berlaku jujur. Kalau yang baru niat ingin jujur tapi memang otaknya biasa saja pasti akan banyak kendalanya.
Walaupun menyontek tidak dibenarkan tapi dari dulu sampai sekarang kegiatan menyontek masih terus dilakukan. Hal ini seperti sudah menjadi warisan budaya turun menurun dari nenek moyang dan sepertinya akan terus dilestarikan.
Menyontek terkadang merupakan kegiatan yang menyenangkan karena tanpa belajar kita bisa mendapatkan nilai yang baik, tapi akan menegangkan sekaligus menyebalkan dan memalukan jika sampai ketahuan. Karena itu pada saat menyontek harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh kewaspadaan, mungkin dedikasi yang tinggi, dan guru saya pernah mengatakan kalau menyontek harus profesional. hahaa...
Biasanya orang menyontek karena lupa belajar, tidak mengerti, terutama malas, dan masih banyak alasan lain yang membuat orang harus menyontek.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, teknologi bukannya digunakan untuk kemajuan bangsa malah menurunkan kualitas bangsa. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, banyak orang yang menggunakan handphone untuk menyontek. Misalnya menyalinnya di handphone, memfotonya atau mengirim 'jawaban' untuk teman dari teman yang lain.
Ada istilah di kalangan mahasiswa bahwa “ngakal tetapi berakal, menyontek pakai otak” maksudnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyontek yang penting nggak ketahuan. Tujuannya hanya satu, yaitu menyontek demi mendapat nilai bagus atau IP tinggi. Lantas, nilai tersebut mau diapakan kalau kemampuan diri sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut? Bukankah sama saja seperti kumpulan angka bermakna kosong? Makna nilai yang kita dapat bukanlah dari apa yang secara fisik terlihat, melainkan dari apa yang diperoleh selama 'proses' mendapatkan nilai tersebut.
Kegiatan menyontek tentu tidak dibiarkan begitu saja, akan diberikan sanksi bagi yang ketahuan menyontek. Sejak lama institusi pendidikan Indonesia menerapkan aturan yang ketat dalam hal "contek-menyontek". Pemberian sanksi mulai dari mengulang kembali tes atau pun ujian, tidak lulus mata pelajaran, skorsing, dan bahkan di- 'DO' adalah sederetan ultimatum yang diberikan agar pencontek jera. Namun apa daya ketika institusi harus mengawasi ujian yang diikuti dengan peserta yang jumlahnya puluhan sampai ratusan dengan berbagai metode 'menyontek' yang bermacam-macam.
Hal ini tentu merugikan orang yang rajin belajar karena objektivitas penilaian tidak ada, kebanyakan yang dilihat hasil ujian bukan keseluruhan proses dalam mengikuti pelajaran.
Pasti ada terjadi orang yang jujur dalam menjawab pertanyaan nilainya lebih rendah daripada orang yang jelas-jelas menyontek. Hal ini tentu membuat orang yang jujur tersebut iri dan kesal, mau melaporkan ke guru nanti dicap tidak solider sama teman-temannya bahkan bisa saja dianggap sebagai musuh.
Hal tersebut bisa membuat siswa yang tadinya belajar sungguh-sungguh jadi ikutan nyontek. Sebenarnya hal itu wajar karena mana mau terima ada ketidakadlian dimana yang bersungguh-sungguh berada dibawah yang curang.
Kata-kata “mendingan hasil sendiri walau jelek daripada nilai bagus tapi hasil nyontek”, sepertinya sudah kehilangan makna. Begitu banyak yang mengungkapkan kata-kata manis itu tapi tetap saja tidak menggoyahkan hati para penyontek. Malahan mungkin mulai ditinggalkan oleh siswa yang jujur.
“Aduh padahal kemarin sebelum ulangan aku belajar sungguh-sungguh tapi masih saja dapat nilai jelek. Sedangkan dia yang tidak belajar dan hanya mengandalkan bocoran dari teman dikelas lainnya bisa mendapat nilai bagus. Hhmm.. mendingan aku nyontek aja deh, ikutin jejaknya dia. Daripada dapat nilai merah terus”. Sedangkan hati kecilnya sedang dilema “Kalau nyontek berarti aku tidak jujur dan itukan perbuatan buruk. Tapi masa aku harus selalu kalah sama yang curang. Aduhhh jadi bingung aku”. Disisi lain dorongan hati yang terdalam berkata “Belajar adalah usaha untuk hasilnya itu urusan belakangan, jangan hiraukan yang lain sesungguhnya mereka akan mendapat kebahagiaan semu dari menyontek. Ayo kamu pasti akan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya dari usaha dan kejujuranmu!”
Menyontek memang sudah membudaya dalam masyarakat kita dan Saya sendiri sering menyontek karena berbagai alasan, namun bukan berarti kita terus mengembangkan budaya itu. Seharusnya mulai dini kita perbaiki diri untuk semakin percaya diri dan sadar nilai bukanlah segalanya, tapi yang utama adalah ‘proses’ belajar itu sendiri. Menyontek bukanlah hal terpuji, selain membuat manusia menjadi malas berpikir, juga menurunkan harkat kita sebagai manusia yang telah diberi akal budi oleh Tuhan, bukan begitu teman?
0 komentar:
Posting Komentar